terasering

Terasering Warisan Leluhur

Di berbagai belahan dunia, dari Asia hingga Amerika Selatan, ada satu teknik pertanian kuno yang hingga kini masih terbukti efektif terasering. Metode ini telah digunakan selama ribuan tahun oleh berbagai peradaban untuk mengubah medan berbukit yang sulit digarap menjadi lahan pertanian yang subur dan produktif.

Apa Itu Terasering?

Terasering adalah teknik pengolahan lahan pertanian yang dilakukan dengan membentuk lereng menjadi undakan-undakan datar menyerupai tangga. Setiap undakan atau “teras” ini berfungsi sebagai tempat bercocok tanam yang aman dari aliran air deras saat hujan. Dengan cara ini, lahan yang tadinya terlalu miring dan tidak bisa ditanami pun berubah menjadi areal pertanian yang siap ditanami berbagai jenis tanaman.

Asal-usul dan Tujuan Terasering

Meskipun berasal dari zaman kuno, terasering muncul secara independen di banyak daerah dari pegunungan Andes di Peru, hingga lereng-lereng curam di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Teknik ini lahir karena dorongan kebutuhan, bagaimana cara bertani di lahan miring, terbatas, dan rentan erosi?

Tujuan utama dari terasering sangatlah penting bagi kelangsungan pertanian, yaitu:

Mencegah erosi tanah

Air hujan yang mengalir deras di lereng bisa dengan mudah membawa lapisan tanah subur. Terasering membantu memperlambat aliran air dan membuatnya meresap ke dalam tanah, sehingga tanah tidak mudah terkikis.

Mengoptimalkan lahan yang terbatas

Di daerah pegunungan atau perbukitan, tanah datar sangat terbatas. Dengan membuat teras, petani dapat memanfaatkan lahan miring menjadi area pertanian yang produktif.

Mengatur sistem irigasi secara alami

Teras membantu menahan dan mendistribusikan air secara merata. Ini sangat berguna untuk tanaman yang membutuhkan banyak air, seperti padi.

Terasering di Lereng Merapi

terasering

Di Indonesia, kita bisa melihat contoh nyata keberhasilan teknik terasering di lereng Gunung Merapi. Para petani kentang di sana mampu bertahan bahkan di musim kemarau. Dengan sistem terasering yang baik, air bisa disimpan lebih lama di tanah, dan kebutuhan air tanaman tetap terpenuhi.

Lebih menarik lagi, para petani di sana tidak hanya mengandalkan teknik kuno. Mereka memadukan kearifan lokal dengan teknologi modern, seperti penggunaan traktor tangan untuk mengolah tanah. Hasilnya? Produktivitas meningkat, biaya produksi bisa ditekan, dan lingkungan tetap terjaga.

Terasering bukan hanya soal bagaimana bercocok tanam di lereng bukit, tapi juga menjadi simbol adaptasi, kecerdasan lokal, dan keberlanjutan. Di tengah tantangan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, menggabungkan teknik seperti terasering dengan alat-alat pertanian modern adalah langkah strategis yang layak dikembangkan lebih luas.

Dengan mempertahankan kearifan lokal dan tetap terbuka terhadap inovasi, kita bisa menuju masa depan pertanian yang tidak hanya produktif, tapi juga ramah lingkungan dan berkelanjutan. (rinal26/09/2025)


Komentar Postingan

Bagaimana Tanggapan Pak Bos?